Siwalatri Sebagai Bentuk Pengendalian Diri Terhadap Sang Hyang Siwa

Mataram – Siwalatri Dirayakan setiap setahun sekali pada purwaning tilem atau panglong ping 14 sasih kapitu (bulan ke tujuh ). Siwalatri berasal dari kata ‘Siwa’ yang dimana sebagai manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam fungsinya sebagai pelebur atau pemralina. Sedangkan ‘Ratri’ berati malam atau kegelapan. Jadi Siwalatri dimaknai sebagai malam siwa. Yang dimana Siwalatri sebagai momen perenungan suci, malam dimana umat hindu mengevaluasi dan intropeksi diri atas perbuatan atau kegelapan yang dilakukan. Siwalatri juga dianggap sebagai malam peleburan dosa dengan melakukan brata semadi dan pemujaan terhadap Dewa Siwa. Hal ini tidak terlepas dari kisah Lubdaka yang ditulis oleh Empu Tanakung.

Pelaksanaan Sialatri di Bali dirayakan menurut tradisi masing – masing daerah. Pada umumnya rangkaian Siwalatri diawali dengan persembahyangan pada pagi hari. Bagi beberapa orang juga merayakan dengan monobrata atau berdiam diri tidak berbicara. Adapula yang berpuasa selama sehari penuh. Pelaksanaan ini dimulai pagi hari tepatnya dari pukul 06.00 – 18.00 selama 12 jam. Setelah itu, umat hindu melanjutkannya dengan mejagra atau tidak tidur selama semalam. Pelaksanaan mejagra ini berlangsung hingga pukul 06.00 keesokan harinya.

Siwalatri berkaitan dengan kisah sang pemburu yang bernama Lubdaka. Yang dimana ia adalah seorang kepala keluarga yang menghidupi keluarganya dengan cara berburu hewan di hutan. Pada saat itu ia tidak mendapatkan hewan buruan alhasil ia terus berjuang berburu ke tengah hutan dan kemudian ia bertemu dengan seekor hewan buas. Lubdaka akhirnya memutuskan untuk istirahat sejenak di bawah pohon bila. Agar tidak tertidur ia memetik satu persatu daun bilan dan menjatuhkannya ke bawah. Ternyata daun bila yang di jatuhkan itu mengenai Lingga atau simbol Dewa Siwa yang ada di bawahnya. Ia tidak menyadari bahwa malam itu adalah malam Siwalatri dimana Dewa Siwa tengah melakukan yoga. Sejak saat itu lubdaka memutuskan untuk berhenti berburu dan menjadi seorang petani namun pekerjaan tersebut tak memberinya banyak kegesitan, sehingga tubuhnya mulai kaku dan sakit. Hal tersebut membuat Lubdaka akhirnya meninggal dunia.

Dengan demikian Siwalatri makna khusus bagi umat manusia karena pada hari tersebut Sang Hyang Siwa beryoga. Sehubungan dengan itu Umat Hindu melakukan kegiatan yang mengarah pada usaha punyucian diri, pembuatan pikiran ke hadapan Sang Hyang Siwa, dalam usaha menimbulkan kesadaran diri. Hal ini diwujudkan dengan pelaksanaan Brata berupa upawasa, monobrata dan jagra. Siwalatri juga disebut hari suci pejagraan.

Penulis berita:

  1. Ni Nyoman Suciani
  2. Ni Komang Mas Anggie Sintyadewi

Editor:

  1. Ni Putu Dewi Novianti

Penyunting:

  1. I Gede Rizki Wirabhawa
  2. Ngakan Gede Diva Sujana

Redaktur:

  1. Ade Bangun sanjaya
  2. Desak Putu Adistya Andini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kembali ke Atas