AMARAH SANG ROH HUTAN DALAM PERWUJUDAN SEBUAH KALA

Sumber : Eka Setia Wati, 27/03/2025

Pawai ogoh-ogoh digelar sebagai salah satu acara menyambut hari raya nyepi. Di Desa Jagaraga Kecamatan Kuripan Kabupaten Lombok Barat, pawai ogoh-ogoh juga dikemas sebagai pelestarian budaya nusantara dan media kreativitas seni.

Ogoh-ogoh merupakan perwujudan dari Buta Kala yang memiliki sifat-sifat negatif dan dapat mengganggu keseimbangan alam semesta. Setiap ogoh-ogoh memiliki filosofinya masing-masing, seperti halnya ogoh-ogoh Bala Wana.

Bala Wana memiliki filosofi yang sangat menarik karena berkaitan erat dengan masalah yang sudah sering terjadi. Kakak Pudja Mardika selaku pembuat ogoh-ogoh Bala Wana mengatakan “Bala Wana merupakan bentuk kemarahan dari roh hutan pada manusia” Ujarnya 27/03/2025

Bala Wana menceritakan tentang kemarahan roh hutan atas kelakuan manusia yang secara ilegal mengambil hasil alam, seperti penebangan liar, perburuan liar, dan merusak habitat mahluk hidup di hutan. Karena sifat keserakahan, manusia seringkali lupa diri dan tak menyadari bahwa makanan,mimuman ataupun bernafas merupakan keberkahan dari alam.

Maka di buatlah ogoh-ogoh Bala Wana wujud kemarahan roh hutan yang dirancang dengan bentuk sosok yaksa (raksasa) sebagai penjaga hutan secara niskala (gaib). Bala Wana di lengkapi dengan aksesoris Suku Dayak dari Kalimantan karena masyarakat paling takut kepada suku ini, tak hanya itu suku dayak menerapkan filosofi “Hamparan hati” yang mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam, dimana manusia dan alam saling membutuhkan dan saling bergantung satu sama lain. Suku Dayak meyakini bahwa manusia adalah bagian dari alam bukan pemilik atau penghancuran alam.

 Dalam bentuk Yaksa serta dilengkapi dengan aksesoris yang terinspirasi dari Suku Dayak membuat ogoh-ogoh Bala Wana menjadi lebih menyeramkan dengan visualisasinya.

Jadi ogoh-ogoh Bala Wana sebagai pengendali diri dan pengingat bahwa manusia tidak boleh memiliki sifat serakah apalagi sampai merusak alam untuk kepentingan sendiri serta manusia harus menjaga alam agar terjadi keseimbangan dan keharmonisan dalam alam semesta.

Jurnalis : Ni Wayan Eka Setia Wati

Editor : Ida Ayu Nyoman Diah Wulandari

Redaktur : Sinta Diana Wati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kembali ke Atas