HARI RAYA KESANGA : TERNYATA TIDAK SEMUA UMAT HINDU DI LOMBOK MERAYAKAN, MENGAPA? 

Sumber: Pastike, 27 Februari 2025

Mataram-Perayaan hari raya Kesanga oleh umat Hindu di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) dirayakan oleh sebagian umat Hindu di Lombok, Kamis (27/2), yang bertepatan dengan Tilem Kawulu. 

Hari Raya Kesanga atau yang sering disebut Ngesanga oleh masyarakat Hindu di Lombok ini dirayakan dengan menyuguhkan ketupat sebagai sajian utamanya dan disertai oleh tum yang dimana merupakan olahan daging ayam atau bebek yang dibungkus daun pisang. Menariknya, perayaan ini hanya dilakukan oleh sebagian umat Hindu di Lombok pada hari ini sedangkan sebagian umat akan merayakan di sehari sebelum Nyepi. Selain merayakannya dengan melakukan persembahyangan di rumah, masyarakat juga melakukan persembahyangan di pantai, khususnya di Pantai Loang Baloq. 

“Memang sudah tradisi dari dulu, seperti Natab ketupat wuku dan mesoda ke pantai. Masyarakat Hindu di Lombok rata-rata merayakan kesanga pada hari Tilem Kawulu sedangkan masyarakat Bali yang tinggal ke Lombok biasanya akan merayakan kesanga tepat sehari sebelum Nyepi”  Ujar Wayan Astuti, salah satu pengunjung Pantai Loang Baloq, Kamis (27/2)

Perbedaan pada perayaan Hari Raya Kesanga di Lombok dan di Bali memang bisa dilihat berdasarkan kapan Umat Hindu merayakannya. Seperti di Lombok yang merayakan pada Tilem Kawulu sedangkan di Bali merayakan pada sehari sebelum Nyepi yang disebut Tawur Agung Kesanga. Baik dari segi sarana dan prosesi persembahyangan pun berbeda. 

Meski terdapat perbedaan waktu perayaan antara umat Hindu di Lombok dan di Bali, makna yang terkandung dalam Hari Raya Kesanga tetaplah sama, yaitu sebagai momen penyucian diri sebelum menyambut Hari Raya Nyepi. Perayaan ini mencerminkan nilai spiritual dan budaya yang terus akan dilestarikan oleh umat Hindu, baik di Lombok maupun di Bali. 

Umumnya, Kesanga tidak jauh berbeda dengan hari raya besar lainnya, seperti Galungan dan Kuningan. Umat beribadah di Pura leluhur dan Pura umum sebagai tanda rasa syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa. Dan biasanya setelah mereka melakukan persembahyangan di Pantai diakhiri dengan megibung (makan bersama) bersama keluarga yang diajak sembahyang.

Jurnalis: I Made Pastika

Editor: Ni Nyoman Pratiwi Utami

Redaktur: I Putu Gandi Juni Wijaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kembali ke Atas