Sumber : Dewa Gede WD 28 maret 2025
Mataram- Ogoh-ogoh milik STT. Dharma Laksana tahun saka 1947 kali ini mengangkat tema dari cerita mitologi leluhur Sang Kala Tiga Wisesa yang menggambarkan tiga sosok bhuta kala yang muncul menjelang Hari Raya Galungan.
Dalam kutipan lontar sundaragama Sang Kala Tiga Wisesa merupakan simbol Asuri Sampad yaitu sifat ke raksasaan yang akan turun ke bumi 3 hari menjelang Hari Raya Galungan yaitu I Butha Galungan, I Butha Dungulan dan I Butha Amangkurat yang memiliki misi masing-masing.
Pada hari pertama (Redite Paing, Dungulan), I Butha Galungan memiliki misi untuk menggoda manusia berupa sifat ingin menang sendiri atau egois. Di hari kedua, I Butha Dungulan turun untuk kembali menggoda dan menguasai manusia agar berkata kasar dan saling menyakiti satu sama lain. Selanjutnya, pada saat penampahan Galungan godaan terakhir datang dari I Butha Amangkurat yang akan menggoda perilaku manusia untuk berbuat tidak baik. Sifatnya selalu ingin menguasai, baik bhuana agung maupun bhuana alit.
Maestro sekaligus pencetus ide dari ogoh-ogoh ini bernama I Gusti Agung Bayu Gangga menyatakan “Ide ini muncul sebagai pengingat pentingnya menghilangkan energi negatif yang ada di masyarakat zaman sekarang agar selalu waspada akan banyak hal jahat yang menyertai kehidupan manusia. Ini juga dibarengi oleh usaha untuk melestarikan warisan tradisi dan budaya leluhur dengan mengangkat tema dari cerita- cerita mitologi. Hal ini kemudian kami realisasikan dengan membuat ogoh-ogoh yang unik dan sarat makna, yakni ogoh-ogoh Sang Kala Tiga Wisesa, yang menggambarkan tiga sosok Bhuta kala yang muncul menjelang perayaan hari raya Galungan.”
Oleh karena itu, ” Setiap detail pada ogoh-ogoh ini dimaksudkan untuk mengingatkan akan bahaya dan ancaman dari energi negatif tersebut. Dengan demikian, ogoh-ogoh ‘Sang Kala Tiga Wisesa‘ ini menjadi sebuah representasi dari sifat/energi negatif yang terdapat dalam diri manusia.” Tambah I Gusti Agung Bayu Gangga.
Ogoh ogoh Sang Kala Tiga Wisesa ini kemudian menjadi momentum bagi kita untuk merenung, berserah diri, dan menemukan ketenangan batin sebagai bentuk perlawanan dan pembersihan terhadap kekuatan gelap tersebut. Dengan harapan bahwa setelah proses pembersihan ini, masyarakat Hindu dapat memasuki Tahun Baru Saka dengan keadaan yang lebih bersih dan penuh kedamaian. Cerita ini kemudian menjadi pengingat bahwa sejatinya kita sebagai manusia dapat dikuasai oleh banyak sifat Bhuta Kala.
Jurnalis: Dewa Gede Wira Dharma
editor: Gek Dinda Widyadari Saraswati
redaktur: Ida Ayu Suci Mayoni Kirana